A. Pendahuluan
Kesehatan wanita merupakan hal yang sangat penting
bagi bangsa, kenyataan menunjukan bahwa umur
harapan hidup bangsa Indonesia semakin meningkat sejalan dengan peningkatannya
kualitas kesehatan yang berarti termasuk pula wanita. Khususnya untuk kesehatan
reproduksi kesehatan wanita memegang peranan yang sangat penting dalam
pembentukan generasi yang berkualitas dalam segi fisiknya. Angka kematian Ibu
dan perinatal merupakan ukuran penting dalam menilai keberhasilan pelayanan
kesehatan sesuai dengan masalah kesehatan ibu dan anak di Indonesia.
Dalam
pembukaan Undang Undang
Dasar 1945 tercantum jelas cita-cita bangsa Indosesia yang sekaligus merupakan
tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan
sosial.
Untuk
mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakan upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang merupakan salah satu rangkaian pembangunan yang
menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk diantaranya pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan
berdasarkan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan
terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif, dan
norma-norma agama.[1]
Pembangunan
kesehatan pada hakekatnya diarahkan guna tercapainya kesadaran kemauan
serta kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
baik menyangkut fisik, mental maupun sosial budaya dan ekonomi. Untuk mencapai derajat yang optimal dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh, terarah berkesinambungan. Masalah reproduksi
di Indonesia mempunyai dua dimensi. Pertama:
yang laten yaitu kematian ibu dan kematian bayi yang masih tinggi akibat
berbagai faktor termasuk pelayanan kesehatan yang relative kurang baik. Kedua ialah timbulnya penyakit degenerative
yaitu menopause dan kanker.[2]
Bidan
merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan
strategis terutama penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kesakitan dan
kematian Bayi (AKB). Kematian maternal adalah kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan, atau
dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi
kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau
penanganannya, tetapi tidak secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan
lainnya. Berdasarkan definisi ini kematian maternal dapat digolongkan pada:
1.
kematian obstetrik langsung (direct
obstetric death)
2.
kematian obstetrik tidak langsung (indirect
obstetric death)
3.
kematian yang terjadi bersamaan tetapi tidak berhubungan dengan kehamilan
dan persalinan, misalnya kecelakaan.
Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang
berkesinambungan serta fokus dengan berlandaskan kemitraan dan
pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk
senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya, kapan dan di
manapun.
Berbagai upaya hukum yang dilakukan dalam
memberikan perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima
pelayanan, bidan sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan, akan tetapi
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kebidanan yang berkembang sangat cepat
tidak seimbang dengan perkembangan hukum.
Perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan
praktik kebidanan dirasakan belum memadai selama ini masih didominasi oleh
kebutuhan formal dan kepentingan pemerintah, sedangkan
porsi profesi masih sangat kurang bila disesuaikan dengan
Kepmenkes Nomor 369 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Bidan.
Bidan sebagai tenaga professional bertanggung jawab
dan akuntabel yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan
asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa
persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri
dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan bayi. Asuhan ini mencakup
upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan
anak dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang
sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat daruratan.
Bidan memiliki tugas penting dalam konseling dan
pendidikan kesehatan tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga
dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan
menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan
reproduksi dan asuhan anak.
Berdasarkan tugas yang diemban bidan dengan
pendidikan bidan yang ada pada saat ini yaitu berpendidikan D III yang memiliki
lama pendidikan cukup singkat hanya 6 semester dengan ilmu yang cukup terbatas
memiliki tugas yang cukup komplek yaitu :
“Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan
atenatal terintegrasi, penanganan bayi dan balita sakit, dan penanganan deteksi didni, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi
menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya
dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu”.[3]
Namun kenyataan berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis
terhadap beberapa bidan yang ditempatkan di desa atau di kota Tasikmalya,
ternyata mereka melaksanakan tugas tersebut dan ditambah dengan pelaksanaan
tugas tugas lain yang tidak sesuai dengan standar praktik yaitu pelayanan pada
pasien TBC, kesehatan lingkungan, promosi dan
sebagainya. Sehingga karena banyaknya tugas tambahan yang
diberikan pada bidan, maka meskipun
bidan sudah banyak dan hampir semua desa atau
kelurahan memiliki bidan tetap
tidak dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir dan
anak.
Perkembangan pelayanan dan
pendidikan kebidanan nasional maupun internasional terjadi begitu cepat. Hal
ini menunjukkan bahwa perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan merupakan
hal yang penting untuk dipelajari dan dipahami oleh petugas kesehatan khususnya
bidan yang bertugas sebagai bidan pendidik maupun bidan di pelayanan.
Salah satu faktor yang menyebabkan terus berkembangnya pelayanan dan
pendidikan kebidanan adalah masih tingginya mortalitas dan morbiditas pada
wanita hamil dan bersalin, khususnya di negara berkembang dan di negara miskin
yaitu sekitar 25-50%.
Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab
praktik profesi bidan dalam system pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan kaum perempuan khususnya ibu dan anak.
Layanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan
ibu dan bayinya. Layanan kebidanan/oleh bidan dapat dibedakan meliputi :
a.
Layanan kebidanan primer yaitu layanan yang diberikan
sepenuhnya atas tanggung jawab bidan.
b.
Layanan kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan
sebagai anggota tim secara bersama-sama dengan profesi lain dalam rangka
pemberian pelayanan kesehatan.
c.
Layanan kebidanan rujukan yaitu merupakan pengalihan tanggung
jawab layanan oleh bidan kepada system layanan yang lebih tinggi atau yang
lebih kompeten ataupun pengambil alihan tanggung jawab layanan/ menerima rujukan dari
penolong persalinan lainnya seperti rujukan.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak
sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 (zaman
Gubernur Jenderal Hendrik William Deandels) para dukun dilatih dalam
pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak
adanya pelatih kebidanan.
Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda
yang ada di Indonesia. Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di
Rumah Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu
kebidanan belum merupakan pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus
Austria dan Masland, Ilmu kebidanan diberikan sukarela. Seiring dengan
dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan bidan
bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (dr. W.
Bosch). Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun
dan bidan.
Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat
meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan
tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat
dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan
Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula di kota-kota besar lain di
nusantara. Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu
dan Anak (BKIA). Dari BKIA inilah yang
akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957.
Puskesmas memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan
yang bertugas di Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu
dan anak termasuk pelayanan keluarga berencana.
Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat
dengan masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara lisan pada
Sidang Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan
bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana
kesehatan KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan
ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir,
termasuk. Pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan di desa
melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan
pembinaan pada posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok
Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa.
Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda halnya
dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan
berorientasi pada individu. Bidan di rumah sakit memberikan pelayanan
poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga
berencana, senam hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar operasi
kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.
Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994
yang menekankan pada reproduktive health (kesehatan reproduksi), memperluas
area garapan pelayanan bidan. Area tersebut meliputi :
1)
Safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir dan perawatan
abortus
2)
Family Planning.
3)
Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat
reproduksi
4)
Kesehatan reproduksi remaja
5)
Kesehatan reproduksi pada orang tua.
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada
kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang
bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Permenkes tersebut dimulai dari sejak :
a)
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5380/ IX/ 1963, wewenang bidan
terbatas pada pertolongan persalinan normal secara mandiri, didampingi tugas
lain.
b)
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/ IX/ 1980, yang kemudian diubah
menjadi Permenkes 623/ 1989 wewenang bidan dibagi menjadi
dua yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila bidan meklaksanakan tindakan
khusus di bawah pengawasan dokter. Pelaksanaan dari Permenkes ini, bidan dalam
melaksanakan praktek perorangan di bawah pengawasan dokter.
c)
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 572/ VI/ 1996, wewenang ini
mengatur tentang registrasi dan praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan
prakteknya diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan
kemampuan dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup : Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak, pelayanan keluarga berencana serta pelayanan kesehatan masyarakat.
d)
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/ Menkes/ SK/ VII/ 2002 tentang registrasi
dan praktek bidan revisi dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 572/ VI/ 1996. Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi,
konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan
kemampuannya. Dalam keadaan darurat bidan juga
diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek
harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta
berdasarkan standar profesi. Pencapaian kemampuan bidan
sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/2002 tidaklah mudah,
karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung
tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.
e)
Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor
1464/ MENKES/ PER/ X/ 2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Menyikapi Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia yang berkaitan
dengan kompetensi standar
profesi bidan juga berkaitan dengan masalah izin serta penyelenggaraan
praktik bidan, pada dasarnya kompetensi bidan terkait
dengan kebidanan komunitas. Adanya
disharmoni antar bebeerapa kompetensi mengenai peran
dan fungsi bidan, Permenkes meng
Bidan seakan dinilai tidak efektif dan efisien.
Adanya disharmoni seperti : (1) pelayanan
terhadap ibu hamil dan balita, dimana di dalam Permenkes disebutkan bahwa
pelayanan kebidanan meliputi pelayanan kepada ibu dan bayi (28 hari) dengan
kasus normal. Sedangkan dalam praktek,
posyandu merupakan salah satu tugas bidan dimana kegiatan yang dilakukan pada
saat posyandu diantaranya adalah imunisasi baik pada bayi ataupun boster,
pemantauan tumbuh kembang balita, pemberian makanan tambahan dan lain-lain. Pelayanan lebih menitik beratkan
pada balita. (2) Terletak pada
keterampilan dasar yang dinyatakan
bahwa bidan mempunyai kewenangan dalam melakukan pengelolaan ibu hamil, nifas,
laktasi, bayi balita dan KB di masyarakat. Pada Permenkes dinyatakan bahwa
bidan boleh memasang AKDR di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan
supervisi dokter. Dalam hal ini,
perlunya dipertimbangkan kembali mengenai keharusan pelayanan yang harus
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat serta mengenai supervisi
dokter. (3)
Keharusan bidan dalam memberikan asuhan yang bermutu tinggi. Dalam hal ini, asuhan dapat
dikatakan bermutu tinggi apabila telah memenuhi standar pelayanan yang bermutu
tinggi, tetapi sampai saat ini belum ada standar penilaian mutu pelayanan bidan
di masyarakat. (4) Mengenai pengetahuan
tambahan dan keterampilan tambahan seharusnya tidak perlu, pengetahuan dan
keterampilan tambaha sudah harus menjadi dasar dari keduaya. (5) Mengenai Penggunaan teknologi tepat guna
di pelayanan komunitas harus lebih terperinci secara jelas untuk menghindari
salah persepsi. (7) Perlu adanya
penambahan kompetensi bidan dikomunitas seperti halnya bidan
melaksanakan dan mengkaji
karakteristik, kebudayaan dalam masyarakat serta
faktor-faktor budaya masyarakat yang mempengaruhi
kesehatan masyarakat. (8) Mengenai keterampilan
dasar bidan yang berkaitan dengan
pelayanannya di masyarakat.
Selain dari itu, Penempatan bidan di desa yang
bertujuan agar tenaga kesehatan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan
berkelanjutan di wilayah kerjanya, demi tercapainya target derajat kesehatan masyarakat dengan indikator menurunnya
angka kematian ibu, bayi, anak balita dan menurunkan angka kelahiran serta meningkatnya kesadaran masyarakat untuk
berperilaku sehat.
Namun indikator-indikator tersebut dinilai
terlalu memberatkan seorang bidan dalam melakukan pelayanannya secara optimal.
Mengingat adanya beberapa indikator yang sebenarnya itu adalah kewenangan dari
dokter umum atau perawat. Melebarnya tugas bidan yang sudah merupakan suatu
indikator tidak sebanding dengan keilmuan yang dimiliki oleh seorang bidan,
dalam jenjang pendidikannya bidan hanya mempelajari dasarnya saja mengenai pelayanan
di luar masalah persalinan, kesehatan ibu dan balita.
Adanya kesimpang siuran mengenai berlakunya
dua peraturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh bidan. Yaitu peraturan
menteri kesehatan dan standar-standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Bidan Indonesia
(IBI). Dalam melaksanakan kewenangannya sebagai bidan, menentukan acuan yang
seharunya dipakai sebagai suatu pedoman menjadi simpang siur. Apakah mengaju pada peraturan yang dikeluarkan oleh
menteri kesehatan atau mengaju pada peraturan yang dikeluarkan oleh IBI.
B.
Wewenang Bidan
Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang
Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi
:
1.
Kewenangan normal : Pelayanan
kesehatan ibu, Pelayanan kesehatan anak serta Pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana.
2.
Kewenangan dalam menjalankan
program Pemerintah.
3.
Kewenangan bidan yang menjalankan
praktik di daerah yang tidak memiliki dokter.
Kewenangan
normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini
meliputi :
a.
Pelayanan kesehatan ibu dengan ruang
lingkup : Pelayanan konseling pada masa pra hamil, Pelayanan antenatal pada
kehamilan normal, Pelayanan persalinan normal, Pelayanan ibu nifas normal, Pelayanan
ibu menyusui, Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan. Kewenangan
yang dimiliki : Episiotomi, Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II, Penanganan
kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan, Pemberian tablet Fe pada ibu
hamil, Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas, Fasilitasi/bimbingan
inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif, Pemberian
uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum, Penyuluhan dan
konseling, Bimbingan pada kelompok ibu hamil, Pemberian surat keterangan
kematian, dan Pemberian surat keterangan cuti bersalin.
b.
Pelayanan kesehatan anak dengan ruang
lingkup : Pelayanan bayi baru lahir, Pelayanan bayi, Pelayanan anak balita, Pelayanan
anak pra sekolah. Kewenangan yang dimiliki adalah : Melakukan asuhan bayi baru
lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini
(IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28
hari), dan perawatan tali pusat, Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan
segera merujuk, Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan, Pemberian
imunisasi rutin sesuai program Pemerintah, Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak
balita dan anak pra sekolah, Pemberian konseling dan penyuluhan, Pemberian
surat keterangan kelahiran, dan Pemberian surat keterangan kematian.
c.
Pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana, dengan kewenangan : Memberikan penyuluhan dan
konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, Memberikan
alat kontrasepsi oral dan kondom.
Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan
yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk
melakukan pelayanan kesehatan yang meliput :
1)
Pemberian alat kontrasepsi
suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat
kontrasepsi bawah kulit.
2)
Asuhan antenatal terintegrasi
dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di bawah supervisi
dokter).
3)
Penanganan bayi dan anak balita
sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
4)
Melakukan pembinaan peran serta
masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan
penyehatan lingkungan.
5)
Pemantauan tumbuh kembang bayi,
anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah.
6)
Melaksanakan pelayanan kebidanan
komunitas.
7)
Melaksanakan deteksi dini,
merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)
termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya.
8)
Pencegahan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan
edukasi.
9)
Pelayanan kesehatan lain yang
merupakan program Pemerintah.
Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal
terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi
dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)
dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah
mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut.
Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang belum ada
dokter, bidan juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan
kesehatan di luar kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan
kesehatan di luar kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi
jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga dokter.
C.
Prosedur Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara
Dalam rangka mewjudkan pembangunan
kesehatan sebagai salah satu bagian
yang tidak dapat
dipisahkan dari pembangunan nasional
berupaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada semua lapisan masyarakat. Upaya tersebut didukung dengan peraturan
perundang-undangan yang menjadi landasan pelaksanaan.
Salah satu tiang utama dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam segala
bidang pada suatu negara adalah pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baik, harmonis, dan mudah diterapkan dalam masyarakat. Khususnya dalam bidang
kesehatan yakni peraturan-peraturan tentang kebidanan. Sebagai suatu wacana
untuk melaksanakan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik
diperlukan adanya suatu peraturan yang dapat dijadikan pedoman dan acuan bagi
para pihak yang berhubungan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan,
baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan pada hakikatnya ialah pembentukan norma-norma
hukum yang berlaku keluar dan bersifat umum dalam arti yang luas. Peraturan perundang-undangan adalah keputusan
tertulis negara atau pemerintahan yang berisi petunjuk atau pola tingkah laku
yang bersifat dan mengikat secara umum.[4]
Bersifat dan berlaku secara umum, maksudnya tidak mengidentifikasikan individu
tertentu, sehingga berlaku bagi setiap subjek hukum yang memenuhi unsur-unsur
yang terkandung dalam ketentuan mengenai pola tingkah laku tersebut.
Pembentukan
perundang-undangan merupakan proses pembentukan/ proses membentuk
peraturan-peraturan Negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Perundang-undangan adalah segala
peraturan-peraturan negara, yang merupakan hasil pembentukan
peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.[5]
Bagir Manan
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibuat dan
ditetapkan serta dikeluarkan oleh lembaga dan/atau pejabat negara yang mempunya
(menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku.[6]
Asas hukum
bertujuan untuk memberikan arahan yang layak/ pantas (rechtmatig) dalam hal menggunakan atau menerapkan aturan-aturan
hukum. Disamping itu, asas-asas hukum berfungsi sebagai pedoman atau arahan
orientasi beerdasarkan mana hukum yang boleh dijalankan. Selanjutnya bahwa asas
hukum juga merupakan pedoman dalam hal menerapkan aturan. Asas-asas hukum
membentuk konteks interprestasi yang niscaya dari aturan-aturan hukum.
Sejak lahirnya
negara Republik Indonesia dengan Proklamasi kemerdekaannya, hingga berlakunya
Konstitusi Republik Indonesia Serikat,
Undang-Undang Dasar Sementara 1950,
Undang Undang Dasar 1945 dan Perubahan Undang Undang Dasar 1945, masalah
hierarki perundang-undangan tidak pernah diatur secara tegas.
Suatu hierarki
(tata susunan) memiliki arti bahwa :
“Suatu
norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang
lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi,
demikian seterusnya sampai pada suatu
norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis dan
fiktif yaitu norma dasar (Grundnorm).”[7]
Bertitik tolak dari
teori Hans Kelsen ini disebut dengan Teori Jenjang Hukum. Dalam hal tata
susunan/ hierarki sistem norma, norma yang tertinggi (Norma Dasar) itu menjadi
tepat bergantungnya norma-norma di bawahnya, sehingga apabila norma dasar itu
berubah akan menjadi rusaklah sistem norma yang berada di bawahnya.
Undang Undang Dasar
1945, baik sebelum dan sesudah perubahan, tidak banyak mengemukakan hal-hal
mengenai peraturan Perundang-undangan, selain menyebut beberapa jenisnya.
Jenis-jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Negara Republik
Indonesia berdasarkan Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 adalah sebagai berikut :
(1)
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri
atas:
a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
d.
Peraturan Pemerintah;
e.
Peraturan Presiden;
f.
Peraturan Daerah Provinsi; dan
g.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.[8]
Selanjutnya untuk memahami masalah
tersebut di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan
Perundang-undangan Pasal 1 Angka 2 telah dinyatakan bahwa “Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang membuat
norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Perundang-undangan”.[9]
Mengenai
kewenangan pejabat Tata Usaha Negara (TUN). Kewenangan berasal
dari kata “wewenang” yang oleh Robert Bierstedt diartikan sebagai institutionalized power (kekuasaan yang
dilembagakan).[10]
Begitu juga halnya dengan Bagir Manan yang memberikan penegasan lebih rinci
bahwa wewenang tidaklah sama dengan kekuasaan (macht) bila ditinjau dari bahasa hukum. Kekuasaan hanya
menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan wewenang
sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten
en plichten). Lebih rinci Bagir Manan menegaskan bahwa, wewenang (bevoegheid) dalam makna kekuasaan (macht) berbeda dengan wewenang dalam
makna tugas (taak) dan hak (recht). Wewenang dalam makna kekuasaan
pada organ (organ), sedangkan
wewenang dalam makna tugas ada pada pejabat dari organ (ambstdrager). Dengan begitu maka kekuasaan (power) dalam arti wewenang merupakan kekuasaan yang ditentukan
berdsasarkan suatu kelembagaan atau organnya, misalnya, wewenang MPR, DPR dan
Presiden.
Kewenangan dalam administrasi
Negara secara garis besar dapat diperoleh
dengan tiga cara pelimpahan, yaitu kewenangan yang timbul melalui cara
atribusi, kewenangan yang lahir dari cara delegasi dan kewenangan yang lahir
berdasarkan mandat. Namun akibat adanya kompetensi absolut dalam berperadilan
di PTUN, maka fokus perhatiannya adalah hanya pada kewenangan berdasarkan atribusi
dan kewenangan yang berdasarkan delegasi. Alasannya adalah karena kewenangan
membuat keputusan TUN hanya dapat diperoleh melalui
badan/ Pejabat
Administrasi Negara yang mendapatkan kewenangannya melalui dua cara delegasi
atau atribusi. F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek lebih lanjut menegaskan hal
tersebut dalam pendapatnya “Er bestaan slechts twee wijszen waaroep een
orgaan aan een bevoegheid kan komen, namelijk attributie en delegatie“.
Ketetapan adalah keputusan hukum publik yang bersifat
konkrit dan individual, keputusan itu berasal dari organ pemerintahan, yang
didasarkan pada kewenangan hukum publik, dibuat untuk satu atau lebih individu
atau berkenaan dengan satu atau lebih perkara atau keadaan, keputusan itu
memberikan suatu kewajiban pada seseorang atau organisasi, memberikan
kewenangan atau hak pada mereka. Menurut Sjachran Basah, ketetapan adalah keputusan tertulis dari administrasi negara yang
mempunyai akibat hukum, untuk menyelenggarakan pemerintahan (dalam arti kata
sempit).[11]
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat terjadi
karena dua hal, yaitu karena adanya kewenangan atribusi dan kewenangan
delegasi. Kewenangan atribusi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pemberian atau
penciptaan kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan
oleh Grondwet
(Undang-Undang Dasar) atau oleh wet (Undang-undang) kepada suatu lembaga
negara atau lembaga pemerintahan.
Kewenangan delegasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan
perundang-undangan yang
dilakukan
oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah.[12]
Mengenai pengertian Atribusi dan
delegasi dapat dikutip pendapat H.D. Van Wijk, yang menyatakan bahwa Atribusi
adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan, sedangkan Delegasi adalah pemindahan atau pengalihan suatu kewenangan yang ada.[13]
Mengingat Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Indonesia secara tegas menganut
keyakinan negara kesatuan dengan desentralisasi karena di titik beratkan pada
otonomi daerah. Hal tersebut dapat diketahui dari ketentuan Pasal 18 ayat (2)
dan Pasal 18B ayat (1) UUD Tahun 1945. Pasal 18 ayat (2), menentukan : “
Pemerintah Daerah . . . mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan“. Sedangkan Pasal 18B ayat (1),
menentukan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemrintahan
daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang
“. Maka pemerintah pusat yang memiliki kewenangan atribusi menyerahkan
kewenangannya kepada daerah, sehingga pemerintah daerah memiliki kewenangan
delegasi untuk mengelola wilayah pemerintahannya
secara otonomi.
Salah satu topik bahasan di kalangan ahli hukum
administrasi adalah tentang sarana tata usaha negara yang digunakan oleh
pemerintahan dalam menyelenggarakan urusan umum pemerintahan. Peraturan
Kebijaksanaan terkait dalam pelakssanaan pemerintahan sehari-hari menunjukan
betapa badan atau pejabat tata usaha negara seringkali menempuh berbagai
langkah kebijaksanaan tertentu, antara lain menciptakan apa yang kini sering
dinamakan peraturan kebijaksanaan.
Undang-undang yang mengikat umum (algemene verbindende voor schriften) adalah suatu peraturan yang
bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat
bersama pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua
keputusan badan atau pejabat tata usaha negara baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah, yang juga bersifat mengikat secara umum. Dan dapat diartikan pula bahwa
semua kewenangan untuk menjalankan pemerintahan
atau perbuatan pemerintahan (bestuurshandeling)
hanya boleh dijalankan berdasarkan suatu kewenangan (bevoegd) yang diberikan kepada pemerintah. Jika tidak maka,
perbuatan pemerintahan tersebut dianggap tidak sah (ongeldig), dengan demikian
hanya
akan terdapat tiga kemungkinan, yaitu :
Pertama, kewenangan pemerintahan langsung diberikan
langsung oleh pembentuk undang-undang kepada organ pemerintahan. Kedua, kewenangan pemerintahan yang diberikan
berdasarkan peraturan undang-undang (wettelijke
regelling) dialihkan kepada suatu organ pemerintahan. Ketiga, suatu
kewenangan yang diberikan kepada suatu organ dalam pelaksanaanya diberikan kepada
orang lain, namun tetap dijalankan berdasarkan atas nama organ yang memberi
perintah.
Sumber wewenang pemerintah adalah dari peraturan
perundang-undangan yang sah. Tanpa adanya suatu peraturan perundang-undangan
yang sah yang memberikan kewenangan kepada pemerintah (pejabat atau aparat),
maka perbuatan atau tindakan yang dilakukan itu adalah tidak syah menurut hukum
dan dapat disebut sebagai “abuse of power”.
Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking) menurut Guru
Besar Hukum Tata Negara UGM, Prof. Muchsan adalah penetapan tertulis yang
diproduksi oleh Pejabat Tata Usaha Negara, mendasarkan diri pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkrit, individual dan final.
Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking), menurut Pasal 1 angka 3
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, didefinisikan sebagai berikut:
“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final,
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.” [14]
Rumusan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tersebut memiliki
elemen-elemen utama sebagai berikut :
1.
Penetapan tertulis; dengan
pengertian cukup ada hitam diatas putih karena menurut penjelasan atas pasal
tersebut dikatakan bahwa “form” tidak penting bahkan nota atau memo saja sudah
memenuhi syarat sebagai penetapan tertulis.
2.
Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara; dengan pengertian Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dirumuskan dalam
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, yang menyatakan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan
pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penjelasan
atas Pasal 1 angka 1 menyatakan yang dimaksud dengan urusan pemerintahan adalah
kegiatan yang bersifat eksekutif.
Jika kita mendasarkan pada definisi Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara di atas, maka aparat pemerintah dari tertinggi sampai
dengan terendah mengemban 2 (dua) fungsi, yaitu:
a.
Fungsi memerintah (bestuurs
functie), kalau fungsi memerintah (bestuurs functie) tidak
dilaksanakan, maka roda pemerintahan akan macet.
b.
Fungsi pelayanan (vervolgens
functie), fungsi penunjang, kalau tidak dilaksanakan maka akan sulit
mensejahterakan masyarakat.
Dalam melaksanakan fungsinya, aparat pemerintah
selain melaksanakan undang-undang juga dapat melaksanakan perbuatan-perbuatan
lain yang tidak diatur dalam undang-undang. Mengenai hal ini Philipus M. Hadjon
menerangkan bahwa pada dasarnya pemerintah tidak hanya melaksanakan
undang-undang tetapi atas dasar fries ermessen dapat melakukan
perbuatan-perbuatan lainnya meskipun belum diatur secara tegas dalam
undang-undang. Selanjutnya Philipus M. Hadjon menambahkan bahwa di Belanda
untuk keputusan terikat (gebonden beschikking) diukur dengan peraturan
perundang-undangan (hukum tertulis), namun untuk keputusan bebas (vrije
beschikking) dapat diukur dengan hukum tak tertulis yang dirumuskan sebagai
“algemene beginselen van behoorlijk bestuur”. Pengertian Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara janganlah diartikan semata-mata secara struktural
tetapi lebih ditekankan pada aspek fungsional.
3.
Tindakan hukum Tata Usaha Negara;
merupakan suatu dasar bagi pemerintah untuk melakukan perbuatan hukum publik
adalah adanya kewenangan yang berkaitan dengan suatu jabatan. Jabatan
memperoleh wewenang melalui tiga sumber yakni atribusi, delegasi dan mandat akan
melahirkan kewenangan (bevogdheit, legal power, competence). Dasar untuk
melakukan perbuatan hukum privat ialah adanya kecakapan bertindak (bekwaamheid)
dari subyek hukum (orang atau badan hukum). Pada uraian diatas yang dimaksud
dengan atribusi adalah wewenag yang melekat pada suatu jabatan (Pasal 1 angka 6
Nomor 5 Tahun 1986 menyebutnya: wewenang yang ada pada badan atau pejabat tata
usaha negara yang dilawankan dengan wewenang yang dilimpahkan). Delegasi adalah
pemindahan/pengalihan suatu kewenangan yang ada, yang menurut Prof. Muchsan
adalah pemindahan/pengalihan seluruh kewenangan dari delegans (pemberi
delegasi) kepada delegataris (penerima delegasi) termasuk seluruh
pertanggungjawabannya. Mengenai mandat Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa
dalam hal mandat tidak ada sama sekali pengakuan kewenangan atau
pengalihtanganan kewenangan. Sedangkan Prof. Muchsan mendefinisikan mandat
adalah pemindahan/pengalihan sebagian wewenang dari mandans (pemberi mandat)
kepada mandataris (penerima mandat) sedangkan pertanggungjawaban masih berada
ditangan mandans.
4.
Konkret, individual dan Final;
elemen konkrit, individual dan final barangkali tidak menjadi masalah (cukup
jelas). Unsur final hendaknya dikaitkan dengan akibat hukum. Kriteria ini dapat
digunakan untuk menelaah pakah tahap dalam suatu Keputusan Tata Usaha Negara
berantai sudah mempunyai kwalitas Keputusan Tata Usaha Negara. Kwalitas itu
ditentukan oleh ada-tidaknya akibat hukum.
5.
Akibat hukum bagi seseorang atau
badan hukum perdata. Elemen terakhir yaitu menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata membawa konsekuensi bahwa penggugat haruslah
seseorang atau badan hukum perdata. Badan atau pejabat tertentu tidak mungkin
menjadi penggugat terhadap badan atau pejabat lainnya.
Para sarjana hukum menggunakan istilah yang berbeda-beda untuk mengartikan
“beschikking”. E. Utrecht menyebutnya “ketetapan”, sedangkan Prajudi
Atmosudirdjo menyebutnya “penetapan”. Pengelompokan istilah tersebut antara
lain oleh: Van der Wel, E. Utrecht dan Prajudi Atmosudirdjo.
Van der Wel membedakan keputusan atas:
1.
De rechtsvastellende
beschikkingen;
2.
De constitutieve beschikkingen yang terdiri atas:
a.
Belastende beschikkingen (keputusan yang member beban);
b.
Begunstigende beschikkingen (keputusan yang menguntungkan);
c.
Statusverleningen (penetapan status).
3.
De afwijzende beschikkingen (keputusan penolakan).
E. Utrecht
membedakan ketetapan atas:
1.
Ketetapan Positif dan Negatif
Ketetapan Positif menimbulkan hak
dan kewajiban bagi yang dikenai ketetapan. Ketetapan Negatif tidak menimbulkan
perubahan dalam keadaan hukum yang telah ada. Ketetapan Negatif dapat
berbentuk: pernyataan tidak berkuasa (onbevoegd-verklaring), pernyataan
tidak diterima (niet-ontvankelijk verklaring) atau suatu penolakan (awijzing).
2.
Ketetapan Deklaratur dan
Ketetapan Konstitutif
Ketetapan Deklaratur hanya
menyatakan bahwa hukumnya demikian (recthtsvastellende beschikking)
sedangkan Ketetapan Konstitutif adalah membuat hukum (rechtscheppend).
3.
Ketapan Kilat dan Ketetapan Tetap
(blijvend)
Menurut Prins, ada empat macam
Ketetapan Kilat: ketetapan yang berubah mengubah redaksi (teks) ketetapan lama;
a.
Suatu Ketetapan Negatif;
b.
Penarikan atau pembatalan suatu
ketetapan;
c.
Suatu pernyataan pelaksanaan (uitverbaarverklaring);
d.
Dispensasi, izin (vergunning),
lisensi dan konsesi.
Prajudi
Atmosudirjo, membedakan dua macam penetapan yaitu penetapan negatif (penolakan)
dan penetapan positif (permintaan dikabulakan). Penetapan negatif hanya berlaku
sekali saja, sehingga seketika permintaannya boleh diulangi lagi. Penetapan Positif
terdiri atas lima golongan yaitu :
1.
Yang menciptakan keadaan hukum
baru pada umumnya;
2.
Yang menciptakan keadaan hukum
baru hanya terhadap suatu objek saja;
3.
Yang membentuk atau membubarkan
suatu badan hukum;
4.
Yang memberikan beban
(kewajiban);
5.
Yang memberikan keuntungan.
Penetapan yang memberikan
keuntungan adalah:
a.
dispensasi, yaitu pernyataan dari
pejabat administrasi yang berwenang, bahwa suatu ketentuan undang-undang
tertentu memang tidak berlaku terhadap kasus yang diajukan seseorang di
dalam surat permintaannya;
b.
izin (vergunning), yaitu
dispensasi dari suatu larangan;
c.
lisensi, yaitu izin yang bersifat
komersial dan mendatangkan laba;
d.
konsesi, yaitu penetapan yang
memungkinkan konsesionaris mendapat dispensasi, izin, lisensi, dan juga
semacam wewenang pemerintahan yang memungkinkannya untuk memindahkan kampung,
membuat jalan raya dan sebagainya. Oleh karena itu pemberian konsesi haruslah
dengan kewaspadaan, kewicaksanan, dan perhitungan yang sematang-matangnya.
D.
Pencapaian Tujuan Pembangunan Kesehatan
1.
Pengertian
Pembangunan Kesehatan
Pembangunan
kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan
tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat,
swasta maupun pemerintah.
Pembangunan
kesehatan harus diimbangi dengan intervensi perilaku yang memungkinkan
masyarakat lebih sadar, mau dan mampu melakukan hidup sehat sebagai prasyarat
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Untuk
menjadikan masyarakat mampu hidup sehat, masyarakat harus dibekali dengan
pengetahuan tentang cara-cara hidup sehat. Oleh sebab itu promosi kesehatan
hendaknya dapat berjalan secara integral dengan berbagai aktivitas pembangunan
kesehatan sehingga menjadi arus utama pada percepatan pencapaian MDGs dan
mewujudkan jaminan kesehatan masyarakat semesta.
2.
Arah
Pembangunan Kesehatan
a.
Pembangunan kesehatan
adalah bagian integral dari pembangunan nasional.
b.
Pelayanan
kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat harus diselengarakan secara
bermutu, adil dan merata dengan memberikan pelayanan khusus kepada penduduk
miskin, anak-anak, dan para lanjut usia yang terlantar, baik di perkotaan mapun
di pedesaan.
c.
Pembangunan kesehatan
diselenggarakan dengan strategi pembangunan profesionalisme, desentralisasi dan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat dengan memperhatikan berbagai
tantangan yang ada saat ini.
d.
Upaya pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan masyarakat dilaksanakan melalui program peningkatan
perilaku hidup sehat, pemeliharaan lingkungan sehat, pelayanan kesehatan dan
didukung oleh sistem pengamatan, Informasi dan manajemen yang handal.
e.
Pengadaan dan
peningkatan prasarana dan sarana kesehatan terus dilanjutkan.
f.
Tenaga yang mempunyai
sikap nasional, etis dan profesional, juga memiliki semangat pengabdian yang
tinggi kepada bangsa dan negara, berdisiplin, kreatif, berilmu dan terampil,
berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi.
g.
Meningkatkan mutu
sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan
paradigma sehat, yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan
pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam
kandungan sampai lanjut usia.
h.
Meningkatkan dan
memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan sumber
daya manusia secara berkelanjutan dan sarana prasarana dalam bidang medis,
termasuk ketersediaan obat yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
i.
Mengembangkan sistem
jaminan sosial tenaga kerja bagi seluruh tenaga kerja bagi seluruh tenaga kerja
untuk mendapatkan perlindungan, keamanan, dan keselamatan kerja yang memadai,
yang pengelolaannya melibatkan pemerintah, perusahaan dan pekerja.
j.
Membangun ketahanan
sosial yang mampu memberi bantuan penyelamatan dan pemberdayaann terhadap
penyandang masalah kesejahteraan sosial dan korban bencana serta mencegah
timbulnya gizi buruk dan turunnya kualitas generasi muda.
k.
Membangun apresiasi
terhadap penduduk lanjut usia dan veteran untuk menjaga harkat martabatnya
serta memanfaatkan pengalamannya.
l.
Meningkatkan kepedulian
terhadap penyandang cacat, fakir miskin dan anak-anak terlantar, serta kelompok
rentan sosial melalui penyediaan lapangan kerja yang seluas-luasnya dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
m.
Meningkatkan kualitas
penduduk melalui pengendalian kelahiran, memperkecil angka kematian,
peningkatan kualitas program keluarga berencana.
n.
Memberantas secara
sistematis perdagangan dan penyalahgunaan narkotik dan obat-obatan terlarang
dengan memberikan sanksi yang seberat-beratnya kepada produsen, pengedar dan
pemakai
3.
Tujuan
Pembangunan Kesehatan
Tujuan
pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang
ditandai penduduk yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat,
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara
adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh
wilayah Republik Indonesia. Adapun tujuan utama dari pembangunan kesehatan
yaitu :
e.
Pengembangan keluarga
sehat sejahtera.
4.
Kebijakan Pembangunan Kesehatan
Untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan dan melandaskan pada memperhatikan
kebijakan umum yang dikelompokkan sebagai berikut :
a.
Peningkatan Kerjasama
Lintas Sektor
Untuk optimalisasi
hasil pembangunan berwawasan kesehatan, kerjasama lintas sektor merupakan hal
yang utama dan karena itu perlu digalang serta dimantapkan secara seksama.
Sosialisasi masalah-masalah kesehatan pada sektor lain perlu dilakukan secara
intensif dan berkala. Kerjasama lintas sektor harus mencakup pada tahap
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian serta melandaskan dengan seksama pada
dasar-dasar pembangunan kesehatan.
b.
Penigkatan perilaku,
Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Swasta
Masyarakat dan swata
perlu berperan aktif dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Dalam kaitan ini
perilaku hidup masyarakat sejak usia dini perlu ditingkatkan melalui berbagai
kegiatan penyuluhan dan pendidikan kesehatan, sehingga menjadi bagian dari
norma hidup dan budaya masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran dan
kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Peran masyarakat dalam pembangunan
kesehatan terutama melalui penerapan konsep pembangunan kesehatan masyarakat
tetap didorong bahkan dikembangkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan serta
keseimbangan upaya kesehatan.
c.
Peningkatan Kesehatan
Lingkungan
Kesehatan lingkungan
perlu diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, yaitu
keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang membahayakan kesehatan dan
keselamatan hidup manusia. Upaya ini perlu untuk meningkatkan mutu lingkungan
hidup dan meningkatkan kemauan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam
merencanakan dan melaksanakan pembangunan berwawasan kesehatan. Kesehatan lingkungan
pemukiman, tempat kerja dan tempat-tempat umum serta tempat periwisata
ditingkatkan melalui penyediaan serta pengawasan mutu air yang memenuhi
persyaratan terutama perpipaan, penerbitan tempat pembuangan sampah, penyediaan
sarana pembangunan limbah serta berbagai sarana sanitasi lingkungan lainnya.
Kualitas air, udara dan tanah ditingkatkan untuk menjamin hidup sehat dan
produktif sehingga masyarakat terhindar dari keadaan yang dapat menimbulkan
bahaya kesehatan. Untuk itu diprlukan peningkatan dan perbaikan berbagai
peraturan perundang-undangan, pendidikan lingkungan sehat sejak dini usia muda
serta pembakuan standar lingkungan.
d.
Peningkatan Upaya
Kesehatanya
Penyelenggaraan upaya
kesehatan dilakuakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, melalui
upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pennyembuhan penyakit dan
pemuluhan kesehatan serta upaya khusus melalui pelayanan kemanusiaan dan
darurat atau kritis. Selanjutnya, pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan perlu terus –menerus diupayakan. Dalam rangka
mempertahankan status kesehatan masyarakat selama kritis ekonomi, upaya
kesehatan diproriataskan untuk mengatasi dampak kritis disamping tetap
mempertahankan peningkatan pembangunan kesehatan. Perhatikan khusus dalam
mengatasi dapak kritis diberikan kepada kelompok berisiko dari
keluarga-keluarga miskin agar derajat kesehatan tidak memburuk dan tetap hidup
produktif. Pemerintah berttanggung jawab terhadap biaya pelayanan kesehatan
untuk penduduk miskin. Setelah
melewati krisis ekonomi, status kesehatan masyarakat diusahakan ditigkatkan
melalui pencegahan dan panganguran mordibitas, mortalitas, dan kecacatan dalam
masyarakat terutama pada bayi, anak balita, dan wanita hamil, melahirkan dan
masa nifas, melalui upaya peningkatan (promosi) hidup sehat, pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular serta pengobatan penyakit dan rehabilitas.
Prioritas utama diberikan kepada penaggulangan penyakit menular dan wabah yang
cenderung meningkat. Perhatian
yang lebih besar diberikan untuk mewujudkan produktifitas kerja yang tinggi,
melalui berbagai upaya pelayanan kesehatan kerja termasuk perbaikan gizi dan
kebugaran jasmani tenaga kerja serta upaya kesehatan lain yang menyangkut
kesehatan lingkungan kerja dan lingkungan pemukiman terutama bagi penduduk yang
tinggal di daerah yang kumuh.
e.
Peningkatan Sumber Daya
Kesehatan
Pengenbangan tenaga
kesehatan harus menunjang seluruh upaya pembangunan kesehatan dan diarahkan
untuk menciptakan tenaga kesehatan yang ahli dan terampil sesuai pengembangan
ilmu dan teknologi, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta
berpegang teguh pada pengabdian bangsa dan negara dari etika profesi.
Pengembangan tenaga kesehatan bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan atau
daya guna tenaga dan penyediaan jumlah serta mutu tenaga kesehatan dari
masyarakat dan pemerintah yang mampu melaksanakan pembangunan kesehatan. Dalam
parencanaan tenaga kesehatan perlu diutamakan penentu kebutuhan tenaga di
kabupaten dan kota juga keperluan tenaga berbagai negara di luar negeri dalam
rangka globalisasi. Pengembangan karier tenaga kesehatan mesyarakat dan
pemerintah perlu ditingkatkan dengan terarah dan seksama serta diserasikan
secara bertahap. Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JK PM) yakni cara pelayanan kesehatan
melelui penyebaran secara praupaya dikembangkan terus untuk menjamin
tersekenggaranya pemeliharaan kesehatan yang lebih merata dan bermutu dengan
harga yang terkendali. JKPM diselenggarakan sebagai upaya bersama antar
masyarakat, swasta dan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan biaya pelayanan
kesehatan yang terus meningkat. Tarif pelayanan kesehatan perlu disesuaikan
atas dasar nilai jasa dan barang yang diterima oleh anggota masyarakat yang
memperoleh pelayanan. Masyarakat yang tidak mampu akan dibantu melalui system
JKPM yang disubsidi oleh pemerintah. Bersamaan dengan itu dikembangkan pula
asuransi kesehatan sebagai pelengkap/pendamping JKPM. Pengembangan asuransi
kesehatan berada dibawah pembinaan pemerintah dan asosialisasi perasuransian.
Secara bertahap puskesmas dan rumahsakit milik pemewrintah akan dikelolah
secara swadana.
f.
Peningkatan Kebijakan
dan Manajemen Pembangunan Kesehatan
Kebijakan dan manajemen
pembangunan kesehatan perlu makin ditingkatkan terutama melalui peningkatan
secara strategis dalam kerjasama antara sektor kesehatan dan sektor lain yang
yang terkait, dan antara berbagai program kesehatan serta antara para pelaku
dalam pembangunan kesehatan sendiri. Manajemen upaya kesehatan yang terdiri
dari perencanaan, pengerakan pelaksanaan, pengendalian, dan penilaian
diselenggarakan secara sistematik untuk menjamin upaya kesehatan yang terpaduh
dan menyeluruh. Manajemen tersebut didukung oleh sistem informasi ynag handal
guna menghasilkan pengambilan kepetusan dan dan cara kerja yang efisien. Sistem
informasi tersebut dikembangkan secara komprehensif diberbagai tingkat
administrasi kesehatan sebagai bagian dari pengembangan administrasi mder.
Organisasi Departemen Kesehatan perlu disesuaikan kembali dengan fungsi-fungsi
: regulasi, perencanaan nasional, pembinaan dan pengawasan.
Desentralisasi atas
dasr prinsip otonomi ynag nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab
dipercepat melalui pelimpahan tanggung jawab pengelolaaan upaya kesehatan
kepada daerah Dinas Kesehatan ditingkatkan terus kemampuan manajemennya
sehingga dapat melaksanakan secara lebih bertanggung jawab dalam perencanaan,
pembiayaan dan pelalsaan upaya kesehatan. Peningkatan kemampuan manajemen
tersebut dilakukan melalui rangkaian pendidikan dan pelatihan yang sesuai
dengan pembangunan kesehatan yang ada. Upaya tersebut pula didukung oleh
tersedianya pembiayaan kesehatan yang memadai. Untuk itu perlu diupayakan
peningkatan pendanaan kesehatan yang baik berasal dari anggaran Pendapatan dan
Belanja Nasional maupun dari anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
g.
Peningkatan Ilmu
Pengetahuan dan teknologi Kesehatan
Penelitian dan
pengembangan dibidang kesehatan akan terus dikembangkan secara terarah dan
bertahap dalam rangka menunjang upaya kesehatan, utamanya untuk mendukung
perumusan kebijaksanaan, membantu memecahkan masalah kesehatan dan mengatasi
kendala dalam pelaksanaan program kesehatan. Penelitian dan pengembangan
kesehatan akan terus dikembangkan melalui jaringan kemitraan dan
didesentralisasikan sehingga menjadi bagian pentig dari pembangunan kesehatan
daerah. Pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi didorong untuk meningkatkan pelayanan kesehatan,
gizi, pendayagunaan obat dan pengembangan obat asli Indonesia, pemberatasan
penyakit dan perbaikan lingkungan. Penelitian yang berkaitan dengan ekonomi
kesehatan dikembangkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan pembiayaan kesehatan
dari pemerintah dan swasta. Setra meningkatkan kontribusi pemerintah dalam
pembiayaan kesehatan yang terbatas. Penelitian bidang sosial budaya dan
perilaku sehat dilakukan untuk mengembangkan gaya hidup sehat dan mengurangi
masalah kesehatan masyarakat yang ada.
h.
Peningkatan Lingkungan
Sosial Budaya
Selain berpengaruh
positif, globalisasi juga menimbulkan perubahan lingkungan sosial dan budaya
masyarakat yang dapat berpengaruh negatif terhadap pembangunan kesehatan. Untuk
itu sangat diperlukan peningkatan ketahanan sosial dan budaya masyarakat melalui
peningkatan sosioekonomi masyarakat, sehingga dapat mengambil manfaat yang
sebesar-besarnya dan sekaligus meminimalkan dampak negatif dari globalisasi.
Tercapainya
tujuan pembangunan kesehatan pada dasarnya adalah adanya harmonisasi antara
peraturan yang mengatur tentang kinerja tenaga kesehatan dengan kewenangan yang
diperoleh tenaga kesehatan untuk menjalankan tugasnya.
E. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan,
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi : Kewenangan normal : Pelayanan
kesehatan ibu, Pelayanan kesehatan anak serta Pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana. Kewenangan dalam menjalankan program
Pemerintah. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak
memiliki dokter.
Dalam rangka mewjudkan pembangunan
kesehatan sebagai salah satu bagian
yang tidak dapat
dipisahkan dari pembangunan nasional
berupaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada semua lapisan masyarakat. Upaya tersebut didukung dengan peraturan
perundang-undangan yang menjadi landasan pelaksanaan. Dua macam penetapan yaitu penetapan negatif (penolakan) dan penetapan
positif (permintaan dikabulakan). Penetapan negatif hanya berlaku sekali saja,
sehingga seketika permintaannya boleh diulangi lagi. Penetapan Positif terdiri
atas lima golongan yaitu :Yang menciptakan keadaan hukum baru pada umumnya ; Yang
menciptakan keadaan hukum baru hanya terhadap suatu objek saja; Yang membentuk
atau membubarkan suatu badan hukum;Yang memberikan beban (kewajiban); Yang
memberikan keuntungan. Penetapan yang
memberikan keuntungan adalah : dispensasi, yaitu pernyataan dari pejabat
administrasi yang berwenang, bahwa suatu ketentuan undang-undang tertentu
memang tidak berlaku terhadap kasus yang diajukan seseorang di dalam surat
permintaannya; izin (vergunning), yaitu dispensasi dari suatu
larangan; lisensi, yaitu izin yang bersifat komersial dan mendatangkan laba; konsesi,
yaitu penetapan yang memungkinkan konsesionaris mendapat dispensasi,
izin, lisensi, dan juga semacam wewenang pemerintahan yang memungkinkannya
untuk memindahkan kampung, membuat jalan raya dan sebagainya. Oleh karena itu
pemberian konsesi haruslah dengan kewaspadaan, kewicaksanan, dan perhitungan
yang sematang-matangnya.
Tujuan
pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang
ditandai penduduk yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat,
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara
adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh
wilayah Republik Indonesia. Adapun tujuan utama dari pembangunan kesehatan
yaitu : Peningkatan kemampuan
masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan. Perbaikan mutu lingkungan
hidup yang dapat menjamin kesehatan. Peningkatan status gizi masyarakat. Pengurangan kesakitan (morbiditas)
dan kematian (mortalitas). Pengembangan keluarga
sehat sejahtera.
Daftar Pustaka
Depkes RI. Pedoman
Pelayanan Kebidanan Dasar, Jakarta, 2000.
Depkes RI. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat
Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta, 2002.
Ali Gufron Mukti. Strategi
Terkini Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan (Konsep dan Implementasi), PPSPM, UGM, 2007.
T. Koentjoro. Regulasi Kesehatan di Indonesia, Andi, Yogyakarta, 2007.
Manuaba. Ilmu Kebidanan,
Penyakit Kandungan dan KB Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta, 1998.
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian
Hukum, Cetakan
ke-dua, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2006.
AB Saifuddin. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, 2001.
______________. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Edisi I.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 2001.
Soerjono Soekanto.
Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986.
_______________ dan Sri Mamudji.
Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali, Jakarta, 1990.
Ronny Hanitijo Soemitro. Metode
Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.
Soemardjan S dan M Reksosprodjo. Profesi Bidan Sebuah
Perjalanan Karier, Pengurus Pusat IBI, 1996.
Buku
Asing
Jurnal
Bagir Manan .1999.
Penelitian di Bidang Hukum. Jurnal
Hukum Puslitbangkum No.1-1999. Pusat Penelitian Perkembangan Hukum UNPAD.
Bandung.
Peaturan
Perundang-undangan
Undang Undang Dasar 1945 (sebelum dan
sesudah amandemen).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan.
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 Tentang
Stanadr Profesi Bidan.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan.
[2] Vide, Pendahuluan Keputsan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/ MENKES/
SK/ III/ 2007
Tentang Standar Profesi Bidan.
[3]Vide, Pasal 13 Ayat (2)
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/ MENKES/ PER/ X/
2010
Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
[4]
Bagir Manan,
Dasar-Dasar Konstitusional
Peraturan Perundang-undangan Nasional,
Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, 1994, hlm. 35
[5]
Maria Farida Indrati, Ilmu
Perundang-undangan (Dasar-dasar dan Pembentukannya),
Yogyakarta, Kanisius,1998, hlm.196
[6]
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia,
Bandung: Alumni, 1997, hlm. 13
[7]
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, New
York, Russell & Russell, 1945,
Hal.113, dalam bukunya Maria Farida, Ilmu Perundangan-undangan…,
op.cit., hlm. 90
[8]
Vide, Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor12 Tahun 2011
tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan
[9]
Vide, Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan
[10]Firmansyah Arifin et. Al, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara,
Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) bekerjasama dengan Mahkamah
Konstitusi, Jakarta, 2006, hlm.16
[11] Zafrullah Salim,
Legislasi Semu (Pseudowetgeving), at.
www.legalitas.org, akses
tanggal 20 Maret 2011 pukul 20.00 WIB
[12] Ibid
[13] H.D. Van Wijk dalam Ridwan H.R, Hukum Aministrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008,
hlm. 104
1 komentar:
Casino Bonuses & Promotions 2021 | Bonuses, Codes
Casino Bonuses & 하랑 도메인 Promotions 사설 토토 계좌 협박 2021. 스피드 바카라 Bonus 토토 라이브 스코어 information, games, promos, sign-up 카판 bonuses, and the latest casino offers for your
Posting Komentar